Hidup di dunia
merupakan sebuah perjalanan panjang menghadapi ujian dari waktu ke waktu.
Setiap orang yang mengaku beriman pasti diuji Allah dalam hidupnya. Jika
seseorang tidak mau diuji caranya mudah. Tinggalkan saja pengakuan diri sebagai
seorang beriman. Selesai, dia tidak bakal diuji lagi oleh Allah. Sehingga
syaithan-pun tertawa, dan itu berartipekerjaan syaithan sudah selesai terhadap
orang itu karena ia lebih memilih kekafiran sebagai jalan hidup daripada
keimanan. Namun bagi seorang yang mengaku beriman, maka mustahil ia dapat
menghindari ujian dalam hidupnya. Sebab Allah memang sengaja menghadapkannya
kepada ujian hidup agar tersingkap siapa sesungguhnya dirinya. Apakah ia
seorang yang jujur dalam pengakuan keimanannya? Ataukah ia sekedar lip service
alias dusta yakni manis di mulut namun faktanya berperilaku, bersikap, berfikir
layaknya seorang yang tidak beriman.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ﴿٣﴾
Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman”, sedang
mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang
sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut [29] 2-3)
Jadi, Allah menyajikan
fitnah atau ujian bagi orang beriman supaya menjadi jelas siapa jati diri
sesungguhnya di mata Allah. Apakah ia seorang muslim-mukmin yang jujur ataukah
muslim yang dusta. Dan bila tingkat kedustaannya sedemikian mendasar dan meluas,
maka bukan mustahil ia bahkan akan dinilai Allah sebagai seorang munafiq. Wa
na’udzubillaahi min dzaalika. Sebab di antara ciri orang beriman sejati ialah
mustahil berdusta.
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ جَبَانًا فَقَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ بَخِيلًا فَقَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ كَذَّابًا فَقَالَ لَا
Telah menceritakan
kepadaku Malik dari Shafwan bin Sulaim berkata; “Ditanyakan kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, “Apakah seorang mukmin bisa menjadi penakut?”
Beliau menjawab: ‘Ya.” Kemudian ditanya lagi; “Apakah seorang mukmin bisa
menjadi bakhil?” Beliau menjawab: “Ya.” Lalu ditanyakan lagi; “Apakah seorang
mukmin bisa menjadi pembohong?” Beliau menjawab: “Tidak.” (HR. Malik No. 1571)
Ujian paling berat
dalam kehidupan di dunia ialah sosok Ad-Dajjal. Semenjak manusia pertama
dihadirkan ke muka bumi hingga datangnya hari Kiamat ummat manusia tidak
dihadapkan kepada fitnah yang lebih dahsyat daripada fitnah Ad-Dajjal.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَهْبَطَ اللَّهُ إِلَى الأَرْضِ مُنْذُ خَلَقَ آدَمَ إِلَى أَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ فِتْنَةً أَعْظَمَ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ
“Allah tidak
menurunkan ke muka bumi —sejak penciptaan Adam as hingga hari Kiamat— fitnah
yang lebih dahsyat daripada fitnah Ad-Dajjal.” (HR. Thabrani No. 1672)
Sedemikian seriusnya
urusuan ini sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam menegaskan bahwa
paraNabiyullah sebelum beliau selalu memperingatkan ummatnya masing-masing akan
bahaya fitnah Ad-Dajjal. Tidak ada seorang Nabipun yang diutus Allah ke muka
bumi kecuali memperingatkan ummatnya akan puncak fitnah tersebut.
خَطَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَأَطْنَبَ فِي ذِكْرِهِ ثُمَّ قَالَ مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا قَدْ أَنْذَرَهُ أُمَّتَهُ لَقَدْ أَنْذَرَهُ نُوحٌ أُمَّتَهُ وَالنَّبِيُّونَ مِنْ بَعْدِهِ
Pada saat Haji Wada’
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkhutbah, beliau menyebut-nyebut
Al-Masih Ad-Dajjal kemudian beliau terus menyebutnya berulang kali hingga
beliau bersabda: “Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan telah
memperingatkan umatnya tentang Dajjal. Dan Nabi Nuh ’alaihis-salam telah
menperingatkan hal itu kepada umatnya, juga para Nabi yang datang sesudahnya.”
(HR. Ahmad No. 5909)
Para sahabat Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Salam juga sangat peduli dengan urusan puncak fitnah
ini. Sehingga dalam obrolanpun mereka biasa memperbincangkan persoalan
Ad-Dajjal. Sungguh berbeda dengan obrolan manusia di era yang katanya modern
ini.
ذُكِرَ الدَّجَّالُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَأَنَا لَفِتْنَةُ بَعْضِكُمْ أَخْوَفُ عِنْدِي مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ وَلَنْ يَنْجُوَ أَحَدٌ مِمَّا قَبْلَهَا إِلَّا نَجَا مِنْهَا وَمَا صُنِعَتْ فِتْنَةٌ مُنْذُ كَانَتْ الدُّنْيَا صَغِيرَةٌ وَلَا كَبِيرَةٌ إِلَّا لِفِتْنَةِ الدَّجَّالِ
Dajjal disebut-sebut
di dekat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam lalu beliau bersabda, “Sungguh
fitnah sebagian dari kalian lebih aku takutkan dari fitnahnya Dajjal. Dan tiada
seseorang dapat selamat dari aneka fitnah sebelum fitnah Ad-Dajjal melainkan
pasti selamat pula darinya (fitnah Ad-Dajjal) setelahnya. Dan tiada fitnah yang
dibuat sejak adanya dunia ini —baik kecil ataupun besar— kecuali untuk
menyambut fitnah Ad-Dajjal.” (HR. Ahmad No. 22215)
Berdasarkan hadits di
atas berarti kondisi fitnah di dunia akan kian memuncak seiring dengan semakin
dekatnya saat keluarnya Ad-Dajjal. Sungguh kita wajib waspada menghadapi
keadaan dunia saat menjelang munculnya puncak fitnah tersebut.
Sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: Dan tiada seseorang dapat
selamat dari aneka fitnah sebelum fitnah Ad-Dajjal melainkan pasti selamat pula
darinya (fitnah Ad-Dajjal) setelahnya. Yang berarti hal sebaliknyapun bakal
terjadi: Barangsiapa yang terjatuh ke dalam jeratan aneka fitnah sebelum fitnah
Ad-Dajjal, niscaya ia bakal terjatuh ke dalam jeratan fitnah Ad-Dajjalsesudahnya.
Sungguh, keadaan dunia
dewasa ini sedemikian diselimuti oleh aneka fitnah sehingga banyak sekali ummat
manusia yang terjerat ke dalamnya, tanpa kecuali sebagian kaum muslimin yang
mengaku beriman. Dan celakanya, tidak sedikit di antara mereka yang menganggap
ringan akan hal ini. Padahal ada yang sampai terjerat fitnah yang bukan saja
mengakibatkan dirinya menjadi berdosa —di sisi Allah— secara biasa-biasa saja.
Melainkan ia telah terjerat ke dalam fitnah yang mengakibatkan batalnya
(terhapusnya) eksistensi iman dirinya di mata Allah. Wa na’udzubillah min
dzaalika.
بَادِرُوا فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Bersegeralah beramal sebelum datangnya rangkaian
fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki di waktu
pagi mukmin dan di waktu sore telah kafir, dan di waktu sore beriman dan
paginya menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia.” (HR. Ahmad
No. 8493)
Sejujurnya, dunia
dewasa ini menawarkan jebakan fitnah secara lengkap. Fitnah
meliputi segenap aspek kehidupan manusia modern. Fitnah dapat ditemukan dalam
aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pendidikan, medis,
militer, pertahanan keamanan, media-massa, hiburan, olah-raga bahkan pemahaman
dan pelaksanaan ajaran agama…! Singkat kata, rangkaian fitnah yang menyebabkan
dunia modern menjadi laksana sepenggalan malam yang gelap-gulita, telah
membentuk dirinya menjadi sebuah peradaban dunia yang penuh kezaliman dan
penyimpangan dari petunjuk Allah, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa
alam raya.
Pantaslah bilamana
seorang penulis muslim berkebangsaan Inggris bernama Ahmad Thomson menyebut
dunia modern sebagai sebuah Sistem Dajjal. Ia menulis di dalam bukunya: Dajjal
memiliki tiga sisi/aspek:
1. Dajjal sebagai
oknum.
2. Dajjal sebagai
gejala sosial budaya global.
3. Dajjal sebagai
kekuatan yang tidak tampak/kekuatan gaib/kekuatan sihir.
Menurut pendapat
ulama, dua aspek yang terakhir akan didirikan sebelum Dajjal sebagai oknum
muncul. Artinya, ia akan muncul ketika sistem pendukung yang dibutuhkan berada
di tempatnya di seluruh dunia baik secara langsung atau tidak langsung. (Sistem
Dajjal; Ahmad Thomson; Penerbit Semesta, halaman 1)
Yang lebih
mengkhawatirkan lagi ialah kenyataan bahwa berdasarkan sebuah hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Salam ternyata kondisi masyarakat dunia dewasa ini telah
memenuhi dua pra-syarat menjelang keluarnya Ad-Dajjal. Pertama, kebanyakan
manusia sudah tidak peduli membicarakan persoalan Ad-Dajjal. Dan kedua, bahkan
para juru da’wah-pun sudah tidak memperingatkan ummat akan betapa bahayanya puncak
fitnah tersebut.
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَخْرُجُ الدَّجَّالُ حَتَّى يَذْهَلَ النَّاسُ عَنْ ذِكْرِهِ وَ حَتَّى تَتْرُكَ الْأَئِمَّةُ ذِكْرَهُ عَلَى الْمَنَابِرِ
Rasulullah
Shallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Ad-Dajjal tidak akan keluar sampai
manusia tidak lagi menyebut-nyebutnya dan sampai para Imam tidak lagi
menyebutkannya di atas mimbar-mimbar.” (HR. Ahmad No. 16073)
Manusia modern
menganggap pembicaraan soal Ad-Dajjal merupakan pembicaraan yang tidak
realistik dan bermuatan mitos atau legenda. Barangsiapa membicarakan soal
urusan yang satu ini pasti dianggap orang aneh dan ketinggalan zaman alias
orang jadul (zaman dulu). Padahal para sahabat justeru sangat peduli sehingga
urusan Ad-Dajjal sering masuk dalam obrolan di antara sesama mereka. Demikian
pula para penyeru da’wah, ustadz, imam, kyai, pemuka agama, ulama dan muballigh
di atas mimbar-mimbar dewasa ini semakin sedikit yang memandang penting
memperingatkan ummat akan bahaya puncak fitnah ini. Padahal tidak seorang
Nabi-pun yang diutus Allah kecuali telah memperingatkan ummatnya masing-masing
akan bahayanya. Dan peradaban dunia modern yang dikomandani kaum kuffar Barat
sangat cocok untuk dijuluki sebagai sebuah Sistem Dajjal.
Bila kita memahami
masalah di atas dengan jujur dan obyektif, niscaya kita dapat mengerti mengapa
begitu banyak masalah pelik terjadi di negeri ini bahkan di seluruh dunia.
Ideologi yang ditawarkan ialah materialisme, sekularisme, pluralisme dan
liberalisme. Politiknya Machiavelli (tujuan menghalalkan segala cara) dan
Demokrasi (bukan Allah yang berdaulat melainkan manusia). Ekonominya
ribawi-yahudi (mengandalkan bunga bank). Tatanan sosialnya berhirarki
alias berkasta (sesama manusia saling menyembah/menghamba satu sama lain).
Hukumnya mengabaikan hukum Allah berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah (yang
berlaku hukum bikinan manusia alias hukum thaghut). Budayanya
hedonisme(menghamba kepada pemenuhan hawa nafsu). Militernya berprinsip right
or wrong is my country (tidak bertujuan hidup mulia di bawah naungan syariat
atau mati syahid). Media-massa mempunyai motto bad news is good news sehingga
cenderung tebar fitnah, gosip, fenomona kemusyrikan, kekerasan, glamourdan seks
bebas. Sedangkan praktek beragama masyarakat cenderung taqlid alias asal melestarikan
tradisi nenek-moyang, bukan merujuk kepada petunjuk Allah dan RasulNya sehingga
fenomena pengkultusan para pemuka agama merebak.
Dalam keadaan dunia
kacau dan sarat kezaliman seperti sekarang ini sangatlah mungkin bila oknum
Ad-Dajjal tampil ke panggung dunia menipu, menyihir dan mengelabui ummat
manusia. Dengan mudah ia akan disambut dan dipandang sebagai sang penyelamat
oleh para pengelola dunia modern yang hakikatnya telah lama mempersiapkan
peradabannya menjadi sebuah Sistem Dajjal. Saudaraku, waspadalah. Kita sedang
hidup di era menjelang hadirnya puncak fitnah.
اللهم إني أعوذبك بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Ya Allah, aku berlindung
kepada-Mu dari azab jahannam, azab kubur, fitnah kehidupan dan kematian serta
dari jahatnya fitnah Al-Masih Ad-Dajjal,” (HR. Muslim No. 924).
(Islampos/Bolehjadikiamatsudahdekat).
Klik menu BERANDA dan temukan info-info menarik lainnya mengenai Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar